Di antara sekian banyak pembaca dari kalangan Nasrani, Ruben adalah orang yang paling ngefans terhadap rubrik BT majalah Sabili. Ia rajin menanggapi artikel BT dan mengirimkan SMS tentang ayat-ayat Al-Qur'an yang menurutnya musykil, aneh dan ganjil. Salah satu SMS Ruben adalah sbb: “Coba anda pecahkan QS 2:35, di situ dikatakan Adam pasangannya laki-laki. Kalau perempuan bentuk bahasanya Aswajatuka” (dikirim dari HP 081384953###).
Ayat yang dimaksud oleh Ruben itu selengkapnya berbunyi: “Dan Kami berfirman: “Hai Adam diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang dzalim.” Ayat ini senada dengan surat Al-A'raf 19.
Dalam nas Al-Qur`an, kata “istrimu” pada ayat tersebut tercantum “zaujuka”. Menurut Ruben, berdasarkan ayat ini berarti pasangan Nabi Adam itu laki-laki (homoseks). Karena jika pasangan Nabi Adam itu wanita, maka seharusnya ayat tersebut berbunyi: “zaujatuka.”
Tuduhan ini tidak benar, sebab Al-Qur'an menyatakan bahwa homoseks dan lesbi adalah perbuatan (Qs. An-Naml 54-55, 15-16, An-Nisa 15-16). Mustahil Adam sebagai Nabi Allah yang pertama melakukan tindak penyimpangan seksual.
Nampaknya Ruben baru belajar bahasa Arab tingkat i'dad (pemula/intermediate) yang baru mempelajari bab isim mudzakkar dan mu`annats (kata benda maskulin dan feminin). Dia menganggap bahwa isim mu`annats (kata benda perempuan) itu harus diakhiri dengan huruf ta` marbuthoh. Pandangan ini salah besar, karena isim mu`annats ada yang ma'nawiy, yaitu lafal katanya mudzakkar (laki-laki) tapi maknanya mu'annats (perempuan). Misalnya: Zainab, Hindun, dan lain sebagainya. Di samping itu, ada juga isim mudzakkar ma'nawiy, yaitu lafal kata mu`annats (perempuan) tapi maknanya mudzakkar (laki-laki). Misalnya: Hamzatu, Muawiyatu, dll.
Memang, dalam kamus bahasa Arab disebutkan bahwa “zaujun” berarti suami, sedangkan “zaujatun” berarti istri. Tapi dalam qawa`id (kaidah) pemakaian bahasa Arab, kata “zauzun” itu taglib atau aglabiyah (keumuman) yang bisa dipakai untuk pengganti laki-laki maupun perempuan. Tidak sebaliknya, kata “zaujatun” hanya bisa dipakai sebagai pengganti perempuan, tidak boleh dipakai untuk pengganti laki-laki.
Dalam surat Al-Baqarah 35, istri Nabi Adam disebut “zaujuka” yang berarti pasanganmu (pasangan Adam). Karena Adam itu laki-laki, maka otomatis pasangannya adalah wanita yang bernama Hawa.
Jika Ruben hanya berpatokan bahwa setiap kata Arab yang tidak diakhiri dengan huruf ta' marbuthoh pasti bermakna laki-laki, maka alangkah bingungnya dia jika memahami kata “ha`idh” (orang yang sedang haid). Meski kata “ha`idh” tidak diakhiri dengan huruf ta' marbuthoh, tapi bukan berarti bahwa “ha`idh” itu kata benda (isim) untuk laki-laki. Sebab di muka bumi ini tidak ada lelaki yang mengalami haid/nifas. Inilah yang disebut isim mu`annats ma'nawi. Sayangnya, bab “mudazkkar dan mu`annats ma'nawiy) ini terlewatkan dalam studi Ruben ketika mempelajari ilmu nahwu. Ia terlalu prematur mengkritik tatabahasa Al-Qur`an dengan kemampuannya yang cekak.
Jika pendalaman ilmu bahasa Arab sudah matang, maka satu titik pun tak ada yang salah maupun janggal dalam Al-Qur'an. Hal-hal yang nampak salah dalam Al-Qur`an, bisa terjadi karena pengetahuan manusia akan bahasa Arab masih sangat awam, seperti Ruben di atas.
Walhasil, semua kritikan terhadap bahasa Al-Qur`an akan bisa diluruskan dan dicari akar kesalahannya. Hal ini semata-mata karena Allah sendiri telah menjamin keaslian Al-Qur`an (Qs. Al-Hijr 9). Hal inilah yang tidak dimiliki oleh Alkitab (Bibel), kitab agama Kristiani. Karena naskah asli Bibel sudah musnah, maka kitab-kitab yang beredar sekarang ini hanyalah salinan dan terjemahan dari salinan kitab-kitab terdahulu. Dengan demikian, banyak hal-hal yang hilang dari kitab salinan dan terjemahan. ME Duyverman, ilmuwan Kristen mengakui kelemahan ini sebagai berikut: “Ada kalanya penyalin tersentuh pada kesalahan dalam naskah asli yang dipergunakannya, lalu kesalahan itu diperbaikinya, padahal perbaikan itu sering mengakibatkan perbedaan yang lebih besar dengan yang sungguh asli. Dan kira-kira penyelidikan dan penyesuaian salinan-salinan; agaknya terdorong oleh perbedaan yang sudah terlalu besar di antara salinan-salinan yang dipergunakan dengan resmi dalam gereja" (Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, hal. 24-25).
Dr R Soedarmo, teolog terkemuka Indonesia yang mendapat gelar S1 dan S2 di Belanda menandaskan: “Dengan pandangan bahwa Kitab Suci hanya catatan saja dari orang, maka diakui juga bahwa di dalam Kitab Suci mungkin sekali ada kesalahan. Oleh karena itu Kitab Suci mungkin sekali ada kesalahan. Oleh karena itu Kitab Suci dengan bentuk sekarang masih dapat diperbaiki" (Ikhtisar Dogmatika, BPK Jakarta, hal. 47).
Dengan demikian, maka tidak heran bila dalam telaah kritis, akan nampak banyak ayat-ayat Alkitab yang nampaknya perlu diperbaiki. Misalnya tentang kisah anak-anak Nabi Adam. Dalam Perjanjian Baru disebutkan bahwa Nabi Adam adalah makhluk pertama di muka bumi.
Secara singkat, kronologi kisah Adam dalam Bibel, dimulai ketika Nabi Adam dan Hawa, istrinya diusir dari surga lalu diturunkan ke dunia. Ini akibat pelanggaran mereka setelah memakan buah pohon terlarang (Kejadian 3:6-24). Berarti di seluruh muka bumi ini baru dihuni oleh dua orang saja.
Setelah turun ke dunia, Adam dan Hawa memperanakkan Kain dan Habil (Kejadian 4:1-2). Berarti bahwa bumi baru dihuni oleh empat orang saja yaitu Adam, Hawa, Kain dan Habil. Setelah terjadi konflik, Habil dibunuh oleh Kain (Kejadian 4:8), berarti bumi hanya dihuni oleh tiga orang yaitu Adam, Hawa dan Kain.
Tiba-tiba Alkitab menceritakan bahwa Kain pergi ke negeri bernama Tanah Nod lalu bersetubuh dengan istrinya hingga mengandung dan melahirkan (Kejadian 4:16-17). Dalam Bibel tidak disebutkan siapa nama istri Kain itu? Siapa ayah dan ibunya? Kapan lahir dan di mana dilahirkan, semua tidak diceritakan dalam Alkitab.
Jika istri Kain itu adalah anak Adam, kenapa tidak ada kabar kelahirannya dalam Alkitab? Jika istri Kain itu bukan anak Adam, lalu anak siapa? Jika demikian, berarti selain Adam ada manusia lain di bumi pada waktu itu. Dan ini menggugurkan keyakinan bahwa Adam manusia pertama, dan kontradiktif dengan ayat: “Seperti ada tertulis: “Manusia pertama, Adam menjadi makhluk yang hidup” (I Korintus 15:45).
Lebih baik Ruben memikirkan ayat-ayat musykil dalam Alkitab ketimbang mengkritik Al-Qur`an dengan modal ilmu yang cekak. Mengapakah Ruben mencari-cari selumbar di mata orang lain, sedangkan balok di dalam matanya sendiri tidak diketahui?
Ayat yang dimaksud oleh Ruben itu selengkapnya berbunyi: “Dan Kami berfirman: “Hai Adam diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang dzalim.” Ayat ini senada dengan surat Al-A'raf 19.
Dalam nas Al-Qur`an, kata “istrimu” pada ayat tersebut tercantum “zaujuka”. Menurut Ruben, berdasarkan ayat ini berarti pasangan Nabi Adam itu laki-laki (homoseks). Karena jika pasangan Nabi Adam itu wanita, maka seharusnya ayat tersebut berbunyi: “zaujatuka.”
Tuduhan ini tidak benar, sebab Al-Qur'an menyatakan bahwa homoseks dan lesbi adalah perbuatan (Qs. An-Naml 54-55, 15-16, An-Nisa 15-16). Mustahil Adam sebagai Nabi Allah yang pertama melakukan tindak penyimpangan seksual.
Nampaknya Ruben baru belajar bahasa Arab tingkat i'dad (pemula/intermediate) yang baru mempelajari bab isim mudzakkar dan mu`annats (kata benda maskulin dan feminin). Dia menganggap bahwa isim mu`annats (kata benda perempuan) itu harus diakhiri dengan huruf ta` marbuthoh. Pandangan ini salah besar, karena isim mu`annats ada yang ma'nawiy, yaitu lafal katanya mudzakkar (laki-laki) tapi maknanya mu'annats (perempuan). Misalnya: Zainab, Hindun, dan lain sebagainya. Di samping itu, ada juga isim mudzakkar ma'nawiy, yaitu lafal kata mu`annats (perempuan) tapi maknanya mudzakkar (laki-laki). Misalnya: Hamzatu, Muawiyatu, dll.
Memang, dalam kamus bahasa Arab disebutkan bahwa “zaujun” berarti suami, sedangkan “zaujatun” berarti istri. Tapi dalam qawa`id (kaidah) pemakaian bahasa Arab, kata “zauzun” itu taglib atau aglabiyah (keumuman) yang bisa dipakai untuk pengganti laki-laki maupun perempuan. Tidak sebaliknya, kata “zaujatun” hanya bisa dipakai sebagai pengganti perempuan, tidak boleh dipakai untuk pengganti laki-laki.
Dalam surat Al-Baqarah 35, istri Nabi Adam disebut “zaujuka” yang berarti pasanganmu (pasangan Adam). Karena Adam itu laki-laki, maka otomatis pasangannya adalah wanita yang bernama Hawa.
Jika Ruben hanya berpatokan bahwa setiap kata Arab yang tidak diakhiri dengan huruf ta' marbuthoh pasti bermakna laki-laki, maka alangkah bingungnya dia jika memahami kata “ha`idh” (orang yang sedang haid). Meski kata “ha`idh” tidak diakhiri dengan huruf ta' marbuthoh, tapi bukan berarti bahwa “ha`idh” itu kata benda (isim) untuk laki-laki. Sebab di muka bumi ini tidak ada lelaki yang mengalami haid/nifas. Inilah yang disebut isim mu`annats ma'nawi. Sayangnya, bab “mudazkkar dan mu`annats ma'nawiy) ini terlewatkan dalam studi Ruben ketika mempelajari ilmu nahwu. Ia terlalu prematur mengkritik tatabahasa Al-Qur`an dengan kemampuannya yang cekak.
Jika pendalaman ilmu bahasa Arab sudah matang, maka satu titik pun tak ada yang salah maupun janggal dalam Al-Qur'an. Hal-hal yang nampak salah dalam Al-Qur`an, bisa terjadi karena pengetahuan manusia akan bahasa Arab masih sangat awam, seperti Ruben di atas.
Walhasil, semua kritikan terhadap bahasa Al-Qur`an akan bisa diluruskan dan dicari akar kesalahannya. Hal ini semata-mata karena Allah sendiri telah menjamin keaslian Al-Qur`an (Qs. Al-Hijr 9). Hal inilah yang tidak dimiliki oleh Alkitab (Bibel), kitab agama Kristiani. Karena naskah asli Bibel sudah musnah, maka kitab-kitab yang beredar sekarang ini hanyalah salinan dan terjemahan dari salinan kitab-kitab terdahulu. Dengan demikian, banyak hal-hal yang hilang dari kitab salinan dan terjemahan. ME Duyverman, ilmuwan Kristen mengakui kelemahan ini sebagai berikut: “Ada kalanya penyalin tersentuh pada kesalahan dalam naskah asli yang dipergunakannya, lalu kesalahan itu diperbaikinya, padahal perbaikan itu sering mengakibatkan perbedaan yang lebih besar dengan yang sungguh asli. Dan kira-kira penyelidikan dan penyesuaian salinan-salinan; agaknya terdorong oleh perbedaan yang sudah terlalu besar di antara salinan-salinan yang dipergunakan dengan resmi dalam gereja" (Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, hal. 24-25).
Dr R Soedarmo, teolog terkemuka Indonesia yang mendapat gelar S1 dan S2 di Belanda menandaskan: “Dengan pandangan bahwa Kitab Suci hanya catatan saja dari orang, maka diakui juga bahwa di dalam Kitab Suci mungkin sekali ada kesalahan. Oleh karena itu Kitab Suci mungkin sekali ada kesalahan. Oleh karena itu Kitab Suci dengan bentuk sekarang masih dapat diperbaiki" (Ikhtisar Dogmatika, BPK Jakarta, hal. 47).
Dengan demikian, maka tidak heran bila dalam telaah kritis, akan nampak banyak ayat-ayat Alkitab yang nampaknya perlu diperbaiki. Misalnya tentang kisah anak-anak Nabi Adam. Dalam Perjanjian Baru disebutkan bahwa Nabi Adam adalah makhluk pertama di muka bumi.
Secara singkat, kronologi kisah Adam dalam Bibel, dimulai ketika Nabi Adam dan Hawa, istrinya diusir dari surga lalu diturunkan ke dunia. Ini akibat pelanggaran mereka setelah memakan buah pohon terlarang (Kejadian 3:6-24). Berarti di seluruh muka bumi ini baru dihuni oleh dua orang saja.
Setelah turun ke dunia, Adam dan Hawa memperanakkan Kain dan Habil (Kejadian 4:1-2). Berarti bahwa bumi baru dihuni oleh empat orang saja yaitu Adam, Hawa, Kain dan Habil. Setelah terjadi konflik, Habil dibunuh oleh Kain (Kejadian 4:8), berarti bumi hanya dihuni oleh tiga orang yaitu Adam, Hawa dan Kain.
Tiba-tiba Alkitab menceritakan bahwa Kain pergi ke negeri bernama Tanah Nod lalu bersetubuh dengan istrinya hingga mengandung dan melahirkan (Kejadian 4:16-17). Dalam Bibel tidak disebutkan siapa nama istri Kain itu? Siapa ayah dan ibunya? Kapan lahir dan di mana dilahirkan, semua tidak diceritakan dalam Alkitab.
Jika istri Kain itu adalah anak Adam, kenapa tidak ada kabar kelahirannya dalam Alkitab? Jika istri Kain itu bukan anak Adam, lalu anak siapa? Jika demikian, berarti selain Adam ada manusia lain di bumi pada waktu itu. Dan ini menggugurkan keyakinan bahwa Adam manusia pertama, dan kontradiktif dengan ayat: “Seperti ada tertulis: “Manusia pertama, Adam menjadi makhluk yang hidup” (I Korintus 15:45).
Lebih baik Ruben memikirkan ayat-ayat musykil dalam Alkitab ketimbang mengkritik Al-Qur`an dengan modal ilmu yang cekak. Mengapakah Ruben mencari-cari selumbar di mata orang lain, sedangkan balok di dalam matanya sendiri tidak diketahui?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar